Buku, adalah sesuatu yang menjadi prioritas ketika aku punya anak. Bukan, bukan karena aku sangat suka membaca buku. Aku suka membaca tetapi bukan hobi yang rutin aku jalani.
Aku menjadikan buku sebagai prioritas karena aku ingin anak-anak dekat dengan buku dan suka membaca buku. Karena menurutku, dengan disediakan buku di rumah dan dibacakan buku, anak-anak akan mencintai buku sehingga menganggap buku sesuatu yang menyenangkan.
Berbeda ketika anak-anak baru mengenal buku saat sudah sekolah. Dimana “biasanya” (tidak selalu) buku-buku dari sekolah adalah buku-buku pelajaran dan buku-buku yang berisi soal-soal. Sehingga kebanyakan, akan mempersepsikan buku itu sesuatu yang tidak menyenangkan bahkan menakutkan.
Pemikiran itulah yang mengawali mengapa aku dulu sudah membelikan buku anak untuk anak pertamaku di usia 6 bulan.
Namun, makin kesini, aku makin tahu manfaat dari membacakan buku. Tidak hanya membuat anak suka dengan buku tetapi anak juga jadi punya banyak kosakata dengar sehingga kosakata ucapnya juga akan semakin banyak dan bervariatif. Buku juga membantu orang tua menanamkan nilai-nilai dan pembelajaran kepada anak. Seperti kisahku dibawah ini.
Sebuah kejadian nyata yang manfaat membacakan buku, bisa aku rasakan langsung.
Beberapa waktu lalu, beberapa minggu setelah liburan idul fitri, aku, suami, dan anak-anak pergi ke swalayan di kota kami.
Anak keduaku berusia 5 tahun. Dia sedang sangat aktif dan sedang sangat egosentris. Maunya apa-apa sendiri. Waktu itu, anak keduaku lari ke mobil mengejar kakaknya. Aku dan suami dibelakangnya agak tertinggal karena membawa barang yang cukup berat. Dan qadarullah waktu itu kami dapat parkir mobil yang agak jauh.
Sampai di mobil aku dan suami langsung pasang sabuk pengaman dan bersiap untuk berangkat, berpikir dua anakku sudah di dalam mobil.
Namun, anak pertamaku bilang, “Arfa belum masuk mobil lho pah”.
Jedeeeeg, aku dan suami langsung panik. Kami kira anak kedua kami sudah di dalam dan bersembunyi lalu akan mengagetkan kami (nggetak kalau ornag jawa bilang). Itu memang kebiasaannya.
Aku dan suami langsung keluar mobil. Suami mencari disekitaran parkiran. Aku berlari masuk kembali ke swalayan. Entah bagaimana, aku langsung berpikir untuk masuk ke swalayan.
Di dalam swalayan, aku melihat anak yang warna bajunya sama dengan anakku. Setelah kuperhatikan ternyata bukan. Namun, aku lihat ada seseorang yang melihat ke arah kiriku, seperti tahu aku kehilangan anak. Dan benar saja. Anak keduaku sedang menangis, disebelahnya ada pak Satpam dan beberapa orang yang menenangkannya.
Aku langsung menghampiri dan menggendong anakku. Tak kuhiraukan pandangan aneh dan miris dari orang lain. Bahkan ada yang bilang,”Gimana sih!”
Setelah berterima kasih pada Pak Satpam dan orang yang menenangkan anakku, aku langsung menuju mobil dengan cepat. Di dalam mobil, aku dan suami bergulat dengan rasa panik kami. Setelah reda, baru kami pulang.
Saat perjalanan, aku mulai memvalidasi perasaan anak keduaku.
“Arfa takut ya?”
“Arfa takut nggak ketemu papa Mama ya?”
Anak keduaku mengangguk. Masi memelukku dengan erat.
“Arfa tadi gimana kok bisa terpisah dari papa dan mama?” tanyaku.
Lalu dia bercerita kalau dia tadi mengira papa dan mama masih di dalam swalayan. Jadi dia menyusul. Namun dia tak menemukan kami. Akhirnya dia mendekati Pak Satpam sambil menangis. Pak Satpam mendekatinya dan menjaganya.
Aku lalu bertanya bagaimana dia bisa mendekati Pak Satpam dan bukan yang lain. Dari ceritanya, dia mendekati Pak Satpam karena seperti itulah yang ada di buku “Ketika Aku Tersesat.”

Salah satu halaman Buku “Ketika Aku Tersesat”
Nabil, tokoh utama di buku itu, juga menemui Pak Satpam saat tersesat di Swalayan.
Malam itu, Selain bantuan dan ketetapan Allah, kami merasakan betul manfaat membacakan buku untuk anak. Kami bersyukur membacakan buku itu untuk Arfa bahkan hampir setiap hari karena buku itu favoritnya.
Serta sebuah refleksi untuk kami orang tuanya untuk lebih hati-hati dalam menjaga anak.
2 Komentar
Masya Allah Arfa,
Seruuu ya Mbak Nurul. Hihihi