Rasa sakit
Rasa frustasi
Rasa tak nyaman
Rasa bersalah
Rasa lelah
Rasa cemas
Dan rasa-rasa lain, aku rasakan berkecamuk waktu itu. Waktu aku sedang bergulat dengan gangguan kecemasan (anxiety disorder). Tak elak kadang aku berpikir, kapan akan berakhir rasa tak nyaman ini? Sampai kapan aku harus menghadapi naik turunnya kondisi yang tak pasti ini?
Ya, aku adalah penderita gangguan kecemasan. Sekitar 1,5 tahun lalu aku didiagnosis gangguan ini. Beberapa cerita sudah aku tulis disini
Perjalanan Mengenal dan Menghadapi Anxiety Disorder,
Tiduran Tak Selalu Berarti Malas
Jika ku teropong masa-masa itu, aku mungkin menganggapnya sebuah musibah. Tubuh yang lemah, pikiran yang kacau, dan perasaan negatif yang intens. Tak ada yang enak atau membahagiakan untuk dikenang.
Namun, jika saat ini aku diminta untuk berbicara tentang gangguan kecemasanku, aku akan bilang bahwa dia adalah berkah.
Aku tak akan mengenal diriku lebih dalam tanpa melaluinya.
Aku juga bertumbuh dan berani keluar dari zona nyaman karenanya. Ya, kualitas hidupku meningkat. Aku belajar lebih tentang mental health, aku belajar lebih tentang diri, aku berani belajar mengendarai mobil dan motor, aku berani mengeluarkan pendapatku. Tanpa banyak berpikir akibat.
Aku belajar tentang lingkar kendali. Bahwa ketakutan-ketakutan yang selama ini aku rasakan adalah diluar kendali ku. Perkataan, pemikiran dan respon orang terhadap ku bukanlah kendali ku. Yang bisa aku kendalikan adalah perkataan, pemikiran dan responku.
Dan yang terpenting, aku belajar tentang takdir. Bahwa ketakutan-ketakutan tentang kematian dan masa depan bukanlah kuasa ku.
Kematian dan masa depan adalah kuasa Allah. Aku hanya diminta untuk hidup sebaik mungkin sesuai kemampuan ku. Aku belajar fokus pada apa yang menjadi tugas ku di dunia.
Aku juga belajar untuk menjadi manusia. Yang kadang melakukan kesalahan. Yang kadang berbuat buruk. Yang lemah. Yang tak berdaya. Yang tak sempurna.
Ya, aku manusia. Yang bahkan ketika aku selesai menulis ini, mungkin nanti atau besok ternyata aku tetap cemas akan masa depanku, itu tidaklah apa-apa. Selama aku mau terus memperbaiki diri.
Dan aku juga belajar bahwa, selama kita masih di dunia, kedukaan tak akan kekal, begitu pun kebahagiaan. Mereka datang silih berganti.
Seperti pengalaman ku ini, pengalaman yang mengajarkanku bahwa ternyata perjuangan ku berdamai dengan gangguan ini, ada ujungnya.
Ya, berkah-berkah itulah yang akhirnya membuat ku bersyukur.
Aku dihadapkan dengan gangguan kecemasan bukan tanpa sebab. Allah ingin aku belajar banyak hal. Allah ingin aku bertumbuh dan berkembang.
Allah Maha Mengatur. Allah Maha Baik. Terima kasih Allah atas jalan yang Kau berika padaku.
Selain itu, tulisan ini juga aku persembahkan untuk diriku. Terima kasih diriku. Terima kasih karena mau terus berusaha dan berjuang. Karena mau terus berjalan walau harus terseok.
Terima kasih juga untuk suami dan anak-anak sebagai support system utamaku. Terima kasih karena menerima ku yang tak sempurna ini apa adanya.
Aku juga berterima kasih kepada Psikolog ku, Mbak Nuni, yang selalu mendampingi dan membantuku sampai saat ini.
Untuk teman-teman yang juga mengalami hal yang sama denganku, semangat! Kalian tak sendiri. Jangan takut untuk minta bantuan. Insyaa Allah, Allah akan membantu.
Oiya, menulis ini adalah cara ku memperingati Hari Kesehatan Mental Dunia yang bertepatan dengan hari ini, 10 Oktober.
Selamat Memperingati Hari Kesehatan Mental Dunia.
Yuk jaga kesehatan mental karena kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
‘Make mental health for all a global priority.”
Kudus, 10 Oktober 2022.
Tidak ada Komentar