Kehidupan, bumi, tumbuhan, dan sampah memang menjadi salah satu bahasan seru yang sering aku dan sulungku diskusikan. Mungkin awalnya memang karena aku sering mengajaknya berkeliling lingkungan rumah dan berdiskusi ringan tentang sampah. Juga karena dia melihat langsung dampak sampah yang penuh di got sehingga membuat saluran air penuh dan kadang meluap. Ditambah buku-buku yang dia baca tentang bumi dan tayangan-tayangan di youtube yang dia tonton. Mah, bagaimana sih cara biar tanamannya banyak? Tanyanya suatu saat setelah dia melihat tayangan tentang manfaat tanaman bagi tubuh dan dampak ketika tanaman mulai berkurang. Saat itu, kami juga berdiskusi panjang. Namun, berhenti sampai diskusi saja. Mah, bagaimana cara kita mengurangi sampah di bumi? Tanyanya kali ini. Dari hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan Akhtar, seperti buang sampah di tempatnya. Kalau belanja bawa tas belanja sendiri. Jawabku. Kalau plastik dari belanja sih bisa aku buat parasut atau aku buat yang lain Mah. Yang besar gitu loh Mah. (maksud dia, yang berdampak besar). Lalu, aku carikan di youtube tentang Pandawara yang beberapa saat ini sedang viral. Aku perlihatkan bagaimana kakaknya mengambil sampah di sungai. Aku kan nggak punya peralatannya Mah. katanya lagi. Maka aku pun memberi saran. Akhtar bisa mulai dari hal yang sederhana dan di…
Tak Terasa tahun 2022 telah terlewati. Tahun yang penuh lika-liku. Ada suka ada duka. Ada salah ada belajar. Ada mengakhiri ada memulai. Aku tahu bahwa refleksi dan kontemplasi tak harus dilakukan di pergantian tahun masehi. Bahkan seharusnya refleksi dilakukan setiap hari. Namun, tak dipungkiri bahwa pergantian tahun masehi memang masih menjadi penanggalan umum sehingga lebih mudah digunakan untuk merekap memori, kejadian, dan hal lain selama 1 tahun. Maka aku akan mencoba merefleksi dan mengambil hikmah dari perjalanan hidupku satu tahun ke belakang. Aku yakin, setiap orang memiliki lahan perjuangannya sendiri-sendiri. Memiliki kesulitan dan kebahagian yang berbeda-beda. Pun aku. Tahun ini, aku dihadapkan dengan berbagai kebahagian, kemudahan, serta kesulitan sekaligus peluang untuk jadi manusia yang lebih baik. Dengan ijin Allah, aku belajar 2 hal di tahun ini. 1. Aku belajar lebih mengenal diri dan nyaman dengan diri sendiri. 2. Aku belajar untuk melepaskan. Aku belajar Let Go. Mengenal diri sendiri dan nyaman dengan diri sendiri. Mungkin akan banyak orang yang bertanya-tanya, mengapa umur sudah kepala 3 tapi baru mengenal diri sendiri? Yaa, begitulah kenyataannya. Aku merasa paling nyaman dan mengenal diri sendiri baru akhir-akhir ini. Aku baru menyadari bahwa dulu aku adalah seseorang yang terlalu memikirkan orang lain. Bukan, bukannya tak…
Rasa sakit Rasa frustasi Rasa tak nyaman Rasa bersalah Rasa lelah Rasa cemas Dan rasa-rasa lain, aku rasakan berkecamuk waktu itu. Waktu aku sedang bergulat dengan gangguan kecemasan (anxiety disorder). Tak elak kadang aku berpikir, kapan akan berakhir rasa tak nyaman ini? Sampai kapan aku harus menghadapi naik turunnya kondisi yang tak pasti ini? Ya, aku adalah penderita gangguan kecemasan. Sekitar 1,5 tahun lalu aku didiagnosis gangguan ini. Beberapa cerita sudah aku tulis disini Perjalanan Mengenal dan Menghadapi Anxiety Disorder, Tiduran Tak Selalu Berarti Malas Jika ku teropong masa-masa itu, aku mungkin menganggapnya sebuah musibah. Tubuh yang lemah, pikiran yang kacau, dan perasaan negatif yang intens. Tak ada yang enak atau membahagiakan untuk dikenang. Namun, jika saat ini aku diminta untuk berbicara tentang gangguan kecemasanku, aku akan bilang bahwa dia adalah berkah. Aku tak akan mengenal diriku lebih dalam tanpa melaluinya. Aku juga bertumbuh dan berani keluar dari zona nyaman karenanya. Ya, kualitas hidupku meningkat. Aku belajar lebih tentang mental health, aku belajar lebih tentang diri, aku berani belajar mengendarai mobil dan motor, aku berani mengeluarkan pendapatku. Tanpa banyak berpikir akibat. Aku belajar tentang lingkar kendali. Bahwa ketakutan-ketakutan yang selama ini aku rasakan adalah diluar kendali ku. Perkataan, pemikiran dan…
Buku, adalah sesuatu yang menjadi prioritas ketika aku punya anak. Bukan, bukan karena aku sangat suka membaca buku. Aku suka membaca tetapi bukan hobi yang rutin aku jalani. Aku menjadikan buku sebagai prioritas karena aku ingin anak-anak dekat dengan buku dan suka membaca buku. Karena menurutku, dengan disediakan buku di rumah dan dibacakan buku, anak-anak akan mencintai buku sehingga menganggap buku sesuatu yang menyenangkan. Berbeda ketika anak-anak baru mengenal buku saat sudah sekolah. Dimana “biasanya” (tidak selalu) buku-buku dari sekolah adalah buku-buku pelajaran dan buku-buku yang berisi soal-soal. Sehingga kebanyakan, akan mempersepsikan buku itu sesuatu yang tidak menyenangkan bahkan menakutkan. Pemikiran itulah yang mengawali mengapa aku dulu sudah membelikan buku anak untuk anak pertamaku di usia 6 bulan. Namun, makin kesini, aku makin tahu manfaat dari membacakan buku. Tidak hanya membuat anak suka dengan buku tetapi anak juga jadi punya banyak kosakata dengar sehingga kosakata ucapnya juga akan semakin banyak dan bervariatif. Buku juga membantu orang tua menanamkan nilai-nilai dan pembelajaran kepada anak. Seperti kisahku dibawah ini. Sebuah kejadian nyata yang manfaat membacakan buku, bisa aku rasakan langsung. Beberapa waktu lalu, beberapa minggu setelah liburan idul fitri, aku, suami, dan anak-anak pergi ke swalayan di kota kami. Anak keduaku berusia…
Hatiku nyeri membaca berita yang sedang hangat. Tentang seorang ibu yang menyakiti 3 anaknya dengan alasan untuk melindugi anaknya agar tidak tersakiti. Aku tidak tahu apa yang terjadi dan apa yang dialami ibu itu. Bukan kapasitasku untuk mendiagnosis apa yang terjadi. Cerita itu hanya mengingatkanku pada diriku beberapa waktu yang lalu. Dimana aku pun berada diposisi yang mirip. Aku menghindari anak-anakku. Aku membiarkan anak-anakku. Aku acuh pada anak-anakku. Karena aku takut. Takut mereka hanya akan menjadi pelampiasan emosi negatifku jika aku berada di dekat mereka. Aku memilih untuk diam menyendiri di kamar sebagai coping. Apakah aku tidak menyayangi anakku? Tentu saja aku sangat menyayangi mereka. Lalu, kenapa aku melakukan itu? Karena saat itu, menurutku, menghindari anak-anak adalah hal yang bisa menyelamatkan anak-anakku dari teriakanku dan dari perilakuku yang buruk. Kejadian itu terjadi saat anxiety disorder-ku masih cukup parah. Juga saat aku relapse (kambuh) dan hampir memasuki fase depresi. Ya, bagi orang yang mentalnya sehat, mungkin dia akan bilang bahwa pemikiranku tidak logis, sebagai ibu seharusnya aku tidak begitu, seharusnya aku bersyukur karena dikaruniai 2 anak, kasian anaknya dicuekin, dan komentar-komentar yang lain. Namun, itulah kenyataannya. Gangguan mentalku membuat pikiranku berbelok. Pikiranku tidak pada lintasan yang sebenarnya. Maka muncul pikiran negatif…
Akhir-akhir ini, bersepeda masuk ke jadwal harian aku dan anak-anak. Untuk menyalurkan energi anak-anak sebelum belajar dan memenuhi kebutuhan anak-anak untuk bermain di luar. Aku sendiri menjadikan sepedaan sebagai self care untuk menjaga kesehatan jiwa dan raga. Aku dan anak-anak biasanya bersepeda sekitar jam 9 pagi. Matahari Kudus mulai terik di jam ini. Bersepeda bersama anak mempunyai banyak manfaat. Selain untuk menyalurkan energi anak-anak, sebagai bentuk olahraga dalam rangka menjaga kesehatan jiwa dan raga, juga untuk memperkuat bonding aku dan anak-anak. Dengan bersepeda, aku juga jadi tahu teman-teman anakku dan bagaimana anak-anak bermain. Namun, ada 1 hal yang menjadi tantangan saat harus bersepeda keluar rumah. Ya, kulitku jadi kusam karena seringnya terkena sinar matahari. Apalagi semenjak punya anak, merawat wajah memang bukan hal yang utama. Seringnya aku hanya menggunakan pembersih muka dan pelembab. Sekarang, ketika anak mulai besar, aku mulai ingin merawat wajahku. Aku mulai tertarik dengan serum dan sheet mask. Kali ini aku mau share pengalaman dan sedikit review tentang Pond’s Triple Glow Serum dan Pond’s Triple Glow Serum Mask. Siapa tahu, ibu-ibu lain yang juga mengalami hal yang sama, wajah kusam dan ingin kulit cerah maksimal, tidak merasa sendiri dan dapat informasi tentang perawatan wajah. POND’S Triple Glow…
Sudah kuduga hal ini akan terjadi. Aku sudah sering menghadapi kondisi ini. Anak pertamaku, bangun tidur siang panik karena merasa terlambat ke masjid. Padahal adzan baru saja berkumandang. Ya, dia merasa saat adzan sudah berkumandang dan dia belum berangkat ke masjid, dia sudah terlambat. Akibatnya, dia mulai panik dan mulai menangis. Kami tidak pernah menuntutnya untuk datang ke masjid tepat waktu. Seingatku, suami hanya minta dia sholat di masjid minimal 1 kali sehari sebagai latihan karena saat itu usianya memasuki usia 7 tahun. Namun, anakku melebihi apa yang diminta papanya. Dia bahkan ke masjid 4-5 kali sehari dan selalu berangkat sebelum adzan. Tanpa ada yang memintanya. Dia bilang dia hanya ingin pahala yang banyak. Masalah muncul saat dia harus tidur siang tetapi bangun diwaktu yang mepet dengan waktu adzan ashar. Saat dia bisa tidur siang cepat, tidak akan jadi masalah karena dia bisa bangun jam 2. Akan menjadi masalah ketika mendekati jam 2 dia baru bisa terlelap. Tentu bangun tidak bisa jam 2. Biasanya akan bangun saat Adzan atau Iqomah. Karena sudah terbiasa menghadapi hal tersebut, sebelum tidur aku sering bikin kesepakatan sama si sulung. Gimana jika dia tidurnya cepet, gimana kalau tidurnya lama, gimana kalau dibangun sebelum adzan, gimana…
Apakah kamu tidak khawatir anakmu tertinggal dari anak-anak lain jika homeschooling? Beberapa kenalan dan keluarga ada yang bertanya ketika kami menjelaskan bahwa kami memilih jalur homeschooling untuk pendidikan anak-anak. Hmmm, perasaan khawatir itu tentu terkadang muncul. Namun, kembali aku pikirkan tujuan dan filosofi homeschooling ataupun home education yang aku pegang. Bahwa setiap anak unik dan spesial dengan pertumbuhan dan perkembangan masing-masing. Serta anak-anak adalah pembelajar sejati dengan milestone masing-masing yang bisa jadi berbeda satu sama lain. Orang tua atapun pendidik ibarat seorang petani yang merawat tanaman yang dititipkan kepadanya. Kita tidak tahu tanaman apa yang dititipkan. Bisa jadi tanaman sawi lah yang dititipkan. Tanaman yang beberapa minggu saja sudah bisa dipanen. Atau bambu adalah tanaman yang sedang kita rawat? Walaupun tanaman ini kita siram ataupun pupuk, bambu tidak akan bertambah tinggi secara significant di 5 tahun pertama. Mengapa? karena dia sedang menggunakan tenaganya untuk menumbuhkan dan menguatkan akar-akarnya. Setelah itu, bambu akan bertumbuh tidak hanya dalam hitungan cm tetapi meter. Kedua pohon tersebut punya karakteristik dan manfaat yang berbeda. Tentu saja perkembangan dan cara bertumbuhnya akan berbeda. Pun anak-anak. Aku percaya bahwa setiap anak spesial dengan tujuan penciptaan yang berbeda-beda dan tentu saja cara mereka bertumbuh juga akan berbeda satu…
“Mah, gimana sih caranya bilang ke cewek kalau kita mau menikah sama cewek itu?” Jeder, sebuah pertanyaan tiba-tiba yang datang dari si sulung yang baru berusia 7 tahun. “Kenapa kok Akhtar tanya itu? Memang Akhtar mau menikah?” Tanyaku. “Nggak papa, tanya aja. Aku mau menikah nanti kalau usia 10 tahun.” Jawabnya. Jeder, pernyataan yang bikin jedag-jedug lagi. Dulu dia pernah bilang ingin menikah di usia 22 tahun. Sekarang dia bilang mau menikah usia 10 tahun. Anak kecil kok mau menikah. Lisan ini rasanya pingin segera menceramahi. Namun aku gigit bibir dan mencoba menjawab setenang mungkin. Agar dia tak takut dan tak trauma bertanya apapun ke aku, ibunya. Aku ingin jadi tempat dia bertanya apapun. “Akhtar boleh menikah kalau sudah dewasa, sudah banyak belajar dan sudah berpenghasilan.” Kataku. “Kalau Akhtar mau menikah, yang pertama Akhtar perlu belajar tentang agama, agama kita, agama Islam. Akhtar juga perlu belajar tentang bagaimana menjadi suami dan bagaimana menjadi ayah.” Lanjutku “Setelah Akhtar sudah belajar, Akhtar berdoa sama Allah, minta wanita yang sholehah, yang cocok untuk Akhtar. Kalau sudah dipertemukan sama wanita yang cocok untuk Akhtar, Akhtar langsung bilang ke ayahnya kalau Akhtar ingin menikahi anaknya.” “Emang dulu papa juga bilang ke kakung?”. Tanya Akhtar “Iya…
Aku menghadapi hari yang tak mudah hari ini. Aku sedang bersinggungan dengan trigger yang cukup membuat aku cemas. Hari-hari ini juga hari-hari mendekati periode menstruasiku dimana masa-masa ini biasanya aku lebih sensitif. Ditambah, anakku memukul temannya yang bermain di rumah. Kondisi yang tak nyaman ditambah perilaku anak yang tak baik membuatku rasa-rasanya ingin segera memarahinya seperti biasanya. Kesalahan anak seperti itu biasanya jadi makanan empuk untukku melampiaskan segala emosi yang ada. Namun, hari ini berbeda. Aku cukup tenang menghadapi anak. Aku memanggil anakku untuk datang padaku. Bertanya padanya apa yang terjadi. Bertanya juga pada adiknya apa yang terjadi. Aku tak bisa bertanya pada teman anakku karena dia langsung menagis dan pulang setelah dipukul. Anakku mulai bercerita apa yang terjadi. Dia bilang temannya merusak kartu yang sudah dia tata dan saat dia minta kembalikan ke susunan semula, temannya tidak bisa. Akhirnya anakku memukul temannya karena marah. Lalu terjadilah dialog antara aku dan anakku. Kira-kira seperti ini ringkasan dialogku bersama anakku. M: Baik, Mama tahu kamu marah karena kartumu dirusak. Tapi memukul bukan cara yang benar untuk marah. Mama marah karena kamu memukul. Kamu tahu kesalahanmu? A: Aku tidak tahu. M: Baiklah, kamu boleh pikirkan dulu kesalahanmu, kalau sudah, kamu bisa kembali…