Sudah kuduga hal ini akan terjadi. Aku sudah sering menghadapi kondisi ini. Anak pertamaku, bangun tidur siang panik karena merasa terlambat ke masjid. Padahal adzan baru saja berkumandang. Ya, dia merasa saat adzan sudah berkumandang dan dia belum berangkat ke masjid, dia sudah terlambat. Akibatnya, dia mulai panik dan mulai menangis. Kami tidak pernah menuntutnya untuk datang ke masjid tepat waktu. Seingatku, suami hanya minta dia sholat di masjid minimal 1 kali sehari sebagai latihan karena saat itu usianya memasuki usia 7 tahun. Namun, anakku melebihi apa yang diminta papanya. Dia bahkan ke masjid 4-5 kali sehari dan selalu berangkat sebelum adzan. Tanpa ada yang memintanya. Dia bilang dia hanya ingin pahala yang banyak. Masalah muncul saat dia harus tidur siang tetapi bangun diwaktu yang mepet dengan waktu adzan ashar. Saat dia bisa tidur siang cepat, tidak akan jadi masalah karena dia bisa bangun jam 2. Akan menjadi masalah ketika mendekati jam 2 dia baru bisa terlelap. Tentu bangun tidak bisa jam 2. Biasanya akan bangun saat Adzan atau Iqomah. Karena sudah terbiasa menghadapi hal tersebut, sebelum tidur aku sering bikin kesepakatan sama si sulung. Gimana jika dia tidurnya cepet, gimana kalau tidurnya lama, gimana kalau dibangun sebelum adzan, gimana…
Apakah kamu tidak khawatir anakmu tertinggal dari anak-anak lain jika homeschooling? Beberapa kenalan dan keluarga ada yang bertanya ketika kami menjelaskan bahwa kami memilih jalur homeschooling untuk pendidikan anak-anak. Hmmm, perasaan khawatir itu tentu terkadang muncul. Namun, kembali aku pikirkan tujuan dan filosofi homeschooling ataupun home education yang aku pegang. Bahwa setiap anak unik dan spesial dengan pertumbuhan dan perkembangan masing-masing. Serta anak-anak adalah pembelajar sejati dengan milestone masing-masing yang bisa jadi berbeda satu sama lain. Orang tua atapun pendidik ibarat seorang petani yang merawat tanaman yang dititipkan kepadanya. Kita tidak tahu tanaman apa yang dititipkan. Bisa jadi tanaman sawi lah yang dititipkan. Tanaman yang beberapa minggu saja sudah bisa dipanen. Atau bambu adalah tanaman yang sedang kita rawat? Walaupun tanaman ini kita siram ataupun pupuk, bambu tidak akan bertambah tinggi secara significant di 5 tahun pertama. Mengapa? karena dia sedang menggunakan tenaganya untuk menumbuhkan dan menguatkan akar-akarnya. Setelah itu, bambu akan bertumbuh tidak hanya dalam hitungan cm tetapi meter. Kedua pohon tersebut punya karakteristik dan manfaat yang berbeda. Tentu saja perkembangan dan cara bertumbuhnya akan berbeda. Pun anak-anak. Aku percaya bahwa setiap anak spesial dengan tujuan penciptaan yang berbeda-beda dan tentu saja cara mereka bertumbuh juga akan berbeda satu…
“Mah, gimana sih caranya bilang ke cewek kalau kita mau menikah sama cewek itu?” Jeder, sebuah pertanyaan tiba-tiba yang datang dari si sulung yang baru berusia 7 tahun. “Kenapa kok Akhtar tanya itu? Memang Akhtar mau menikah?” Tanyaku. “Nggak papa, tanya aja. Aku mau menikah nanti kalau usia 10 tahun.” Jawabnya. Jeder, pernyataan yang bikin jedag-jedug lagi. Dulu dia pernah bilang ingin menikah di usia 22 tahun. Sekarang dia bilang mau menikah usia 10 tahun. Anak kecil kok mau menikah. Lisan ini rasanya pingin segera menceramahi. Namun aku gigit bibir dan mencoba menjawab setenang mungkin. Agar dia tak takut dan tak trauma bertanya apapun ke aku, ibunya. Aku ingin jadi tempat dia bertanya apapun. “Akhtar boleh menikah kalau sudah dewasa, sudah banyak belajar dan sudah berpenghasilan.” Kataku. “Kalau Akhtar mau menikah, yang pertama Akhtar perlu belajar tentang agama, agama kita, agama Islam. Akhtar juga perlu belajar tentang bagaimana menjadi suami dan bagaimana menjadi ayah.” Lanjutku “Setelah Akhtar sudah belajar, Akhtar berdoa sama Allah, minta wanita yang sholehah, yang cocok untuk Akhtar. Kalau sudah dipertemukan sama wanita yang cocok untuk Akhtar, Akhtar langsung bilang ke ayahnya kalau Akhtar ingin menikahi anaknya.” “Emang dulu papa juga bilang ke kakung?”. Tanya Akhtar “Iya…
Aku menghadapi hari yang tak mudah hari ini. Aku sedang bersinggungan dengan trigger yang cukup membuat aku cemas. Hari-hari ini juga hari-hari mendekati periode menstruasiku dimana masa-masa ini biasanya aku lebih sensitif. Ditambah, anakku memukul temannya yang bermain di rumah. Kondisi yang tak nyaman ditambah perilaku anak yang tak baik membuatku rasa-rasanya ingin segera memarahinya seperti biasanya. Kesalahan anak seperti itu biasanya jadi makanan empuk untukku melampiaskan segala emosi yang ada. Namun, hari ini berbeda. Aku cukup tenang menghadapi anak. Aku memanggil anakku untuk datang padaku. Bertanya padanya apa yang terjadi. Bertanya juga pada adiknya apa yang terjadi. Aku tak bisa bertanya pada teman anakku karena dia langsung menagis dan pulang setelah dipukul. Anakku mulai bercerita apa yang terjadi. Dia bilang temannya merusak kartu yang sudah dia tata dan saat dia minta kembalikan ke susunan semula, temannya tidak bisa. Akhirnya anakku memukul temannya karena marah. Lalu terjadilah dialog antara aku dan anakku. Kira-kira seperti ini ringkasan dialogku bersama anakku. M: Baik, Mama tahu kamu marah karena kartumu dirusak. Tapi memukul bukan cara yang benar untuk marah. Mama marah karena kamu memukul. Kamu tahu kesalahanmu? A: Aku tidak tahu. M: Baiklah, kamu boleh pikirkan dulu kesalahanmu, kalau sudah, kamu bisa kembali…
Setiap orang tua ingin anaknya mandiri. Berbagai cara dilakukan untuk melatih anak mandiri. Namun apakah orang tua siap menerima ketika anak-anak mandiri? Apakah orang tua ridho ketika anak-anak mempunyai pemikiran dan keputusan yang berbeda dari pemikiran dan keputusannya? Apa yang akan dilakukan orang tua ketika anak-anak ingin berjualan di usia 7 tahun? Apa yang orang tua akan lakukan ketika anak memilih jurusan kuliah yang berbeda dari keinginan orang tua? Bagaimana jika anak ternyata ingin tinggal sendiri dan berpisah tempat tinggal dari orang tua? Dan hal-hal lain yang mungkin saja terjadi pada hubungan anak dan orang tua. Apalagi ketika mereka menginjak usia dewasa. Dunia dan lingkungan anak akan sangat berbeda dari dunia dan lingkungan kita saat ini. Dunia dan lingkungan yang bisa jadi menuntutnya berpikir dan bertindak berbeda dengan cara kita berpikir dan bertindak. Apakah kita akan ridho dan rela ketika anak mandiri dalam berpikir dan bertindak? Pemikiran ini sudah lama aku pikirkan apalagi ketika bertemu dengan bahasan sesuai di Obrolan Dapur Ibu ep. 58: Ridho Terhadap Kebahagiaan Anak, Mudahkah? Aku manggut-manggut saat mendengarnya. Sudah lama aku ingin menuliskan pemikiran ini, tetapi tak kunjung terealisasi. Sampai akhirnya kemarin, waktu sesi dengan psikolog aku ditanya apakah aku sudah mulai bisa semeleh (menerima…
Orang Tua selalu ingin melakukan yang terbaik untuk anak. Benar. Namun, apakah benar orang tua tidak pernah melakukan kesalahan? Tentu saja tidak! Orang tua juga bisa berbuat salah ke anak. Orang tua juga bisa membuat anak marah, sedih dan kecewa. Karena orang tua tetap saja manusia biasa. Hal yang wajar dan manusiawi ketika kita berbuat salah. Bahkan mungkin setiap hari kita berbuat salah ke anak. Namun, hebatnya anak, anak tetap memilih kita sebagai orang tuanya dan mudah sekali memaafkan kita. Ketika anak kecewa ke orang tua Dua hari lalu, tiba-tiba, si Sulung menyendiri sambil membawa kertas dan pensil. Aku tahu dia sedang kecewa dan sedih. Aku sudah mencoba mengajaknya bicara, tetapi sepertinya dia masih ingin sendiri. Aku menebak dia sedih karena papa nya baru saja memintanya untuk makan malam dan fokus. Padahal dia sudah gosok gigi. Dia malas gosok gigi lagi. Belum makan malam kok ya sudah gosok gigi ya, pikirku. hihihi Beberapa waktu kemudian, dia keluar dari tempat menyendirinya. Dia mendekatiku dan meletakkan bukunya di dekatku. Aku memeluknya sambil membaca tulisannya. Aku mencerna kata-kata anakku karena ada beberapa kata yang salah. Dia bilang; Hari ini aku tidak beruntung karna papa dan mama bikin aku sedih Aku kira hanya papanya…
Pergantian tahun, sebuah momen untuk melakukan refleksi dan perubahan. Memang, refleksi dan perubahan tidak harus dilakukan saat tahun baru. Tetapi bisa kapan saja. Karena sejatinya setiap hari adalah sama. Namun, sebagai manusia, kadang seseorang butuh momen untuk melakukan perubahan. Mengapa? Karena perubahan tidaklah mengenakkan dan tidak nyaman. Maka banyak orang yang tidak ingin berubah. Tahun baru, bisa dijadikan momen untuk melakukan perubahan itu. Itu yang ku baca di salah satu postingan dr. Vivi Syarift. Seorang psikiater. Akupun mencoba untuk merefleksi diriku selama satu tahun ke belakang. Tahun yang cukup fluktuatif. Seperti roller coaster. Beberapa hal yang aku mimpikan terlaksana. Salah satunya adalah menulis di buku antologi. Ini adalah pencapaian yang cukup besar untukku. Aku juga lulus bunda produktif dan bunda salihah tahun ini. Tak kalah penting, aku dan suami akhirnya menelurkan Griya Langit. Sebuah project yang kami buat dan laksanakan berdua. Berharap akan terus berjalan dan mendatangkan manfaat. Hal-hal tak nyamanpun terjadi. Di awal tahun ini, aku diagnosis anxiety disorder. Sebuah perjalanan baru untukku. Perjalanan dalam berteman dan menyembuhkan gangguan ini. Sekaligus perjalanan mengenal kembali diriku. Melihat ke dalam diri. Siapa diriku, luka apa yang ada dalam diriku, apa kekuatanku, apa kekuranganku serta proses healing apa yang cocok untukku. Aku…