Nyaman. Kata itulah sepertinya pendorong saya untuk bergerak. Mengambil peran dalam organisasi. Bahkan berani menggawangi acara kulwap dengan pengalaman nol. Yaaa, sejak lulus kuliah 7 tahun lalu, saya memang tak mengambil peran dalam organisasi. Sibuk bekerja dan mengurus keluarga. Setelah resign dari pekerjaan pun, saya tak berani mengambil peran apapun. Bergulat dengan perasaan yang tak kunjung stabil dengan perubahan status dari ibu pekerja publik menjadi ibu pekerja domestik. Daaaan, perubahan-perubahan yang mengikutinya seperti kehamilan anak kedua, mengasuh dua balita, pindah tempat tinggal, dll. Bagi saya, perubahan-perubahan itu menguras tenaga dan pikiran sehingga tak berani mengambil peran. Waktu berjalan, sayapun berproses…. Beberapa bulan yang lalu, saya merasa jalan di tempat. Sepertinya saya sudah berada di zona nyaman. Tak terjadi perubahan drastis yang menuntut saya untuk berkonsentrasi pada perubahan tersebut. Sayapun memberanikan diri mengambil peran dalam organisasi. Sebagai sekretaris grup rumah belajar literasi IP Jepara. Grup baru yang belum terlalu ramai. Cocok bagi saya yang masih belum mahir tapi ingin belajar. Dan tentu, saya banyak belajar dari sini. Hati kecil saya kembali tertantang saat mbak Susi, penasehat grup, menyarankan untuk mengadakan kulwap dengan tema PUEBI. Tema yang sama dengan kulwapp yamg diadakan KLIP beberapa waktu yang lalu, dimana pengumumannya saya share di…
Ini cerita sekitar 1 bulan yang lalu. Tepatnya tanggal 18 Mei 2019. Bertepatan dengan hari ulang tahun pernikahan saya dan suami yang keenam. Seminggu sebelumnya saya sudah agak curiga dengan gelagat suami. Pernah saya mencoba untuk membuka HP beliau. Tapi tak bisa. Passwordnya diganti. Kami memang pasangan yang tahu password HP masing-masing. Berusaha untuk saling terbuka. HP suami ya HP istri. HP istri ya HP suami. Karena keterbukaan tersebut, saya tak menaruh curiga. Hanya sekilas berpikir, sepertinya ada sesuatu yang akan beliau kasih untuk hari ulang tahun pernikahan kami. Mengingat tanggal yang semakin dekat dengan perayaan hari jadi kami tersebut. Sayapun tak mempertanyakan kepada beliau, khawatir kecewa jika rencananya gagal karena ketahuan mengganti password. Satu atau dua hari menjelang hari H, saya sering menebak apa yang beliau rencanakan. Tebakan terkuat saya adalah diajak foto keluarga. Karena beberapa kali saya sampaikan saya ingin sekali foto keluarga. Ditambah lagi beliau ingin saya mempersiapkan baju dengan nuansa warna yang sama untuk makan malam bersama. Kalau hanya untuk makan malam bersama mengapa harus memakai pakaian dengan nuansa yang sama. Begitu pikir saya. Jadilah saya menebak beliau akan mengajak kami foto keluarga. Hari H pun datang. Hari itu hari Sabtu, 18 Mei 2019. Hari yang…
Seminggu yang lalu, 5 Juni 2019, umat muslim merayakan Idul Fitri. Hari dimana umat muslim merayakan kemenangan setelah berhasil menahan hawa nafsu sebulan penuh. Di Indonesia, hari raya ini dirayakan dengan cukup meriah. Hari berkumpulnya keluarga. Perantau pulang ke kampung halaman, makanan khas disajikan, camilanpun tersedia di rumah-rumah untuk para tamu yang datang. Bersilaturahmi dan saling memaafkan satu sama lain. Sungguh hari raya yang selalu ditunggu-tunggu. Hal lain yang tak kalah ditunggu adalah angpaw. Terlebih bagi anak-anak. Hari lebaran identik dengan angpaw berupa amplop berisi uang. Diberi oleh orang dewasa yang sudah bekerja untuk adik, keponakan, sepupu, dll yang masih kecil. Duluuuu, saat masih kecil, sayapun kerap mendapat angpaw seperti itu. Terasa menyenangkan saat mendapatkannya. Entah banyak atau sedikit. Apalagi jika angpaw tersebut bisa digunakan untuk membeli barang yang dibutuhkan. Saya ingat betul, saya pernah membeli meja belajar idaman dengan uang angpaw. Sekarang, saat saya menjadi orang dewasa, saya pun ingin berbagi kebahagiaan yang pernah saya rasakan itu untuk keponakan, sepupu, dll. Harapannya, mereka senang dengan datangnya hari raya. Jika tahun-tahun sebelumnya uang angpaw kami masukkan ke amplop, tahun ini sedikit berbeda. Kami menggunakan celengan sebagai wadah uang. Jadi, Kami membeli celengan sejumlah anak yang akan kami beri. Kemudian memasukkan…
Gema takbir berkumandang. Menandakan Ramadhan telah pergi. Idul Fitri terlah datang. Lantunan takbir yang bersahutan membuat hati bergetar. Sedih tak kentara karena bulan dimana diobralnya pahala oleh Allah telah pergi. Sekaligus haru biru menyambut idul fitri. Menyambut kemenangan setelah berhasil menahan hawa nafsu. Begitulah suasana 1 minggu yang lalu, 1 Syawal 1440 H yang bertepatan dengan hari Rabu, 5 Juni 2019. Sholat Idul Fitri dilaksanakan. Kemudian sungkem pada orang tua. Tak lupa silaturahim dan silaturahmi ke saudara dan kerabat sebagaimana lebaran-lebaran sebelumnya. Begitupula yang keluarga kami lakukan. Berkunjung ke rumah-rumah saudara dan kerabat yang lebih sepuh sudah menjadi tradisi. Bedanya, 6 tahun terakhir, kami merayakan dengan status suami istri dengan bayi dan/atau balita yang aktif dan menggemaskan. Tentu, lebaran menjadi berbeda. Selain rumah saudara dan kerabat yang dikunjungi lebih banyak, waktu pun terbatas karena kami harus segera kembali keperantauan. Banyaknya rumah yang harus dikunjungi dan waktu yang terbatas membuat jadwal kami padat. Juga membutuhkan gerak cepat agar semua selesai. Namun, saat ada anak kecil dalam sistem tersebut, tentu tak semudah yang dibayangkan. Ada kalanya anak rewel karena kecapean. Atau badan tak enak karena terlalu banyak makan makanan manis dan asin khas lebaran. Atau kebosanan saat perjalanan. Perlu obrolan dan negosiasi…