Percakapan Pertama Kemarin waktu bedtime stories. Saya dan papa Akhtar bertanya beberapa pertanyaan ke Akhtar. Papa: Akhtar, papa baik ga? Akhtar: Papa baik, mama baik. Papa: Papa baik nya gmn? Diamlah Akhtar. Sepertinya berpikir. Mungkin masih mencerna apa yang dimaksud. Papa: Papa baiknya gimana Akhtar? Akhtar: kalau papa senyum. Papa: kalau papa marah-marah Akhtar ga suka? Akhtar: iya. Saya: Akhtar, kalau mama sama papa dituker, Akhtar mau ga? Akhtar: mau Saya: misal mama dituker sama mami Raihan (temen main Akhtar)? Akhtar: ga mau Saya: kalau diganti sama umi tiffa? Akhtar: ga mau Saya: kalau diganti sama mama Azka? Akhtar: ga mau. Maunya sama mama, papa, dedek. Begitulah sedikit cuplikan percakapan kami tadi malam, menjelang tidur. Hmmm, sedikit, tapi bagi saya, percakapan tersebut bermakna dalam. Begitu sayangnya Akhtar pada kami orang tua nya. Padahal kami tak sempurna, belum sepenuhnya sabar menghadapi anak-anak, terutama Akhtar, ilmu pun masih sedikit. Kadang bahkan terbersit membandingkan mereka dengan anak lain yang perkembangan atau tingkahnya berbeda dari mereka, anak-anak saya. Tapii, mereka dengan ikhlas dan sabar menerima kami “APA ADANYA”. Mencintai kami tanpa syarat. Menerima kami sebagai orang tua mereka sebagai pilihan Allah. Kadang, sempat terpikir oleh saya, seandainya sebelum dilahirkan mereka ditanya mau tidak menjadi…
Kemarin sore pas cari bukaan untuk puasa, anak lanang Akhtar beli pizza kecil di sebelah Ramayana Kudus. Sampai rumah, dirasakanlah pizza itu. Daaan, pedeees katanya. Anak ini memang agak sensitif sama pedes. Pokoknya pedes dikit aja udah ga mau. Akhirnya, pizzanya saya makan habis. Tadi pagi, tiba-tiba Akhtar nanya, “Mah, pizza Akhtar mana?” “Udah habis mama makan.” Sayapun menjawab “Kok dimakan. Kan Akhtar mau.” Sambil mewek “Katanya kemarin ga mau. Kata Akhtar pedes.” Kata saya. Diem sambil mikir. “Kita bikin aja yuk yang ga pedes.” Ajak saya “Mau maah.” Akhtar pun antusias Daaan, saya pun mencari resep di google cara membuat pizza teflon kemudian mencocokkan bahan-bahan yang ada di rumah. Tinggal dua bahan yang kurang yaitu mentega dan fermipan. Tak disangka setelah 3 toko dekat rumah (termasuk *ndomart) kami datangi, tak ada yang menjual fermipan. Habis katanya. Saya pun hampir menyerah. Namun, kok rasa-rasanya tertantang. Udah terlanjur capek, kenapa ga sekalian. Apalagi belum ada menu makan siang untuk anak-anak. Di toko terakhir yang kami datangi tadi memberi petunjuk toko kumplit mbah siapa gitu tadi. Akhirnya, kami pun ke sana. Anak-anak naik sepeda roda tiga, Akhtar di depan, Arfa di belakang, saya mendorong mereka. Lumayan jauh ternyata, tapi alhamdulillah kami dapat…